kabarindonesia.net, Padangsidimpuan — SAAT ini, ada 140.100 peserta dari 224.000 jiwa atau sekitar 62% penduduk Kota Padangsidimpuan yang telah memperoleh perlindungan kesehatan dari Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Artinya masih ada lebih dari 84.000 jiwa penduduk Kota Padangsidimpuan yang belum menjadi peserta JKN-KIS dan berisiko membutuhkan pelayanan kesehatan.
Salah satu penyebab penambahan jumlah peserta tidak optimal adalah kurangnya kesadaran pemberi kerja untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya dalam kepesertaan JKN-KIS. Hal ini terungkap dalam pertemuan Forum Koordinasi Pengawasan dan Pemeriksaan Kepatuhan Kota Padangsidimpuan Semester I Tahun 2019 di Ruang Rapat Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Padangsidimpuan, Kamis (16/05/2019).
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Padangsidimpuan Lenny Marlina T. U. Manalu mengungkapkan jumlah peserta JKN-KIS didominasi oleh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), yaitu peserta yang didaftarkan dan dibayarkan iurannya oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui APBN dan APBD. Padahal sebanyak 65 badan usaha yang telah terdaftar dalam Program JKN-KIS diprediksi memiliki potensi kontribusi penambahan jumlah peserta yang lebih tinggi.
“Permasalahan utama pendaftaran pekerja (karyawan) adalah ketidaksesuaian antara data yang dilaporkan badan usaha dengan data real pekerja yang bekerja di badan usaha. Hal ini disebabkan adanya indikasi badan usaha melakukan manipulasi data pegawai, sehingga banyak pekerjanya yang belum terdaftar dalam Program JKN-KIS,” kata Lenny.
Persoalan lain yang diungkap oleh Lenny yakni badan usaha tidak melaporkan pekerjanya yang telah terdaftar sebagai peserta PBI. Hal ini mengakibatkan badan usaha memperoleh keuntungan atas tanggung jawab hak jaminan kesehatan bagi pekerja, disisi lain negara masih menanggung iuran peserta yang bekerja pada badan usaha tersebut.
“Menurut Peraturan Menteri Sosial nomor 5 tahun 2016, sebenarnya peserta PBI yang sudah bekerja secara otomatis ia harus dikeluarkan, karena sudah bekerja, dan tidak layak lagi mendapat bantuan. Mereka dianggap sudah mandiri dan mampu membiayai kebutuhannya sendiri, termasuk membayar iuran JKN-KIS. Terkadang karena tingginya turn over pekerja di beberapa badan usaha, mereka menolak untuk dipindahalihkan manjadi peserta PPU. Padahal yang perlu diketahui oleh peserta, bahwa PBI itu memperoleh hak kelas III, sementara PPU minimal memperoleh hak kelas II. Jadi seharusnya para pekerja dan keluarganya bisa memperoleh hak yang lebih baik,” ungkap Lenny.
Sementara itu mewakili Kajari Padangsidimpuan yang berhalangan memimpin jalannya pertemuan, Kasidatun Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Noferius Lombu menyoroti perihal tunggakan tiga badan usaha di Kota Padangsidimpuan. Ia mengingatkan agar setiap badan usaha memenuhi hak-hak pekerjanya dengan mematuhi ketentuan penyelenggaraan Program JKN-KIS.
“Tunggakan iuran badan usaha di Kota Padangsidimpuan memang tidak besar, tapi kita tidak memandang besar dan kecilnya. Jumlah peserta yang terdaftar dan berapapun jumlah iuran yang dibayar oleh peserta, sangat berpengaruh bagi penyelenggaraan Program JKN-KIS. Penegakan kepatuhan menjadi hal yang sangat penting, dan dukungan dari seluruh anggota forum sangat berarti bagi BPJS Kesehatan. Selanjutnya kita akan melakukan pertemuan khusu dengan pimpinan Pemerintah Daerah untuk membahas teknis implementasi pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan tertentu kepada badan usaha yang tidak patuh,” tutup Noferius mengakhiri pertemuan forum koordinasi. (sumber: Jamkesmas)