kabarindonesia.net, Jakarta — DRAF Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang berkaitan dengan ketenagakerjaan (klaster ketenagakerjaan) harus dipastikan tidak ada satupun yang merugikan kepentingan buruh. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Umum PP. Federasi Migas, Tambang, Kimia, Farmasi dan Kesehatan Indonesia (PP. Federasi Mitakikef) Syaifudin Ahrom Al Ayubi, kepada awak media via online, (09/04/2020).
“Masalah-masalah krusial yang selama ini meresahkan dan dikawatirkan oleh kalangan buruh harus dihapus oleh DPR,” ujar Syaifudin.
Masalah tersebut, lanjut Syaifudin, terkait dengan hak-hak buruh yang melindungi dan menjadi hak dasar untuk menvapai kesejahteraan buruh dipangkas. Misalnya, mengenai pesangon yang akan dihilangkan ketika pekerja buruh diberhentikan atau berhenti kerja. Lalu, mengenai penghapusan upah minimum sektoral dan juga digantikan dengan upah perjam kerja.
Menurutnya, penolakan kalangan buruh yang selama ini banyak terjadi dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini lebih banyak disebabkan karena tidak adanya transparansi pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor.12 Tahun 2011 dalam hal ini Kementerian Koordinator Perekonomian, yang selama ini tidak transparan dan melibatkan perwakilan buruh dalam proses penyusunan draf RUU tersebut.
Untuk itu, lanjutnya, pihaknya akan mengawal dan pro aktif memberi masukan-masukan kepada DPR dalam pembahasan-pembahasan di parlemen sampai nanti RUU ini disahkan menjadi UU, ini juga menjadi momentum pemerintah ketika di rapat kerja yang direncanakan Minggu depan dengan badan legislasi DPR untuk melibatkan buruh atau pekerja dalam memperbaiki substansi Draft RUU cipta kerja sesuai dengan perlindungan dan kesejahteraan pekerja/buruh.
“Strategi pemerintah yang wajib melibatkan buruh/pekerja dalam memperbaiki substansi RUU Cipta kerja dan juga pembahasan- pembahasan di DPR ini saya yakin akan sangat lebih efektif. Apalagi, situasi pandemi covid 19 saat ini membuat gerakan-gerakan massa sulit untuk dilakukan,” terangnya.
Ia mewanti-wanti kepada DPR agar dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini harus melibatkan buruh seluas luasnya serikat pekerja/serikat buruh, kelembagaan keterwakilan hubungan industrial Sehingga, buruh dapat menyampaikan aspirasinya dalam proses pembahasan dan pengesahan RUU ini.
“Jangan sampai yang terjadi di pemerintah kemarin yang tidak mengajak buruh untuk bicara terulang kembali dalam pembahasan di DPR ini,” pungkasnya.
Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja saat ini sudah diserahkan pemerintah kepada DPR. DPR akan membahasnya bersama-sama dengan pemerintah untuk kemudian disahkan menjandi UU.
Ada 11 klaster yang terdapat dalam Omnibus Law antara lain; Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi. (Bamsoer)