kabarindonesia.net, Jakarta — SEDIKITNYA ada 100 warga menggelar aksi damai di depan Kantor Mahkamah Agung dimana Meiliana merupakan seorang ibu rumah tangga yang terjerat kasus atas adanya suara adzan di Tanjung Balai, Sumatera Utara dan mendapatkan vonis dari Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara Selasa (21/08/2018) lalu.
Menurut Humas Presidum Rakyat Menggugat, Sisca Rumondor mengatakan, bahwa Mahkamah Agung tidak tegas di dalam mengambil keputusan perkara Meiliana. Ia menjelaskan, bahwa pengrusakan rumah ibadah (ada bukti), di hukum 1 bulan 15 hari, pengrusakan balai pengobatan (ada bukti), di hukum 1 bulan 18 hari, sedangkan pencurian di lokasi kejadian (ada bukti) di hukum 1 bulan 17 hari dan provokator (ada bukti) di hukum 2 bulan 18 hari. Namun, untuk berbicara (tidak ada bukti rekaman) di hukum 1 tahun 8 bulan, seperti yang terjadi di Pengadilan Negeri Tanjung Balai, Sumatera Utara, belum lama ini.
“Separah itu peradilan Indonesia? Kasus yang terjadi pada Meiliana adalah Presiden yang sangat buruk untuk sebuah peradilan yang begitu lemah oleh intervensi pihak non hukum,” ungkap Sisca ketika menggelar aksi di depan Kantor Mahkamah Agung, Jakarta Rabu (11/09).
Ia menambahkan, terlepas dari masalah adanya minoritas dan mayoritas serta unsur intoleransi yang sangat kental di Indonesia. Bagaimana pun sangat menyesalkan atas sikap dimana proses peradilan yang tiada adil, yang disodorkan ke publik. Namun, apabila proses hukum ini tidak dihentikan, apakah tidak menutup kemungkinan akan ada pembakaran rumah ibadah atau fasilitas umum atau kendaraan umum dan lainnya dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, karena hukumannya yang sangat ringan.
“Atas nama rakyat yang peduli pada bangsa dan negara Indonesia yang tercinta dan menjunjung tinggi Pancasila, khususnya di Sila Kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menyatakan Mosi Tidak Percaya kepada aparat penegak hukum baik yang terlibat langsung maupun tidak terlibat langsung dalam pemeriksaan perkara Meiliana. Mosi Tiddak Percaya diajukan kepadda Kepolisisan Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan, Mahkamah Agung, Komissi Yudisial, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Agama. Karena, Hakim yang mengantarkan orang yang tiidak bersalah ke penjara adalah pengingkaran terhadap keaddilan dan salah satu pembunuhan paling kejam, yaiitu membunuh kemerdekaan orang. Dan korbannya adalah sseoranng ibu dengan 4 anak yang masih di bawah umur serta perlu asuhan seorang ibu. Seharusnya, Meiliana bisa dijatuhi hukuman percobaan aatau tahanan rrumah saja, bukan masuk bui,” tandasnya. (Hadi)