kabarindonesia.net, Jakarta — TUMBUH kembangnya atas jasa dimana Grant Thornton Indonesia untuk kali pertamanya menyelenggarakan diskusi, yaitu Grant Tornton Fintech Talks” dengan memberikan talkshow ini secara reguler kedepannya. Dan Grant Thornton sangat berharap untuk mampu mengupas berbagai isu yang terkait adanya dunia fintech tersebut. Sedangkan Grant Thornton selaku organisasi global yang telah menyajikan jasa assurance, tax and advisory ini juga mendukung kebutuhan finctech untuk segera diaplikasikan di berbagai industri, termasuk sektor penyedia pelayanan keuangan.
Menurut Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Jonanna Gani mengatakan, bahwa pembangunan ekosistem finctech sangat dibutuhkan untuk mempercepat adanya proses pertumbuhan fintech di Indonesia. Ia menjelaskan, untuk memajukan industri teknologi keuangan atau financial technology (fintech) di Indonesia, salah satu tantangan besarnya merurpakan membangun ekosistem fintech yang saat ini dinilai belum siap.
“Industri Fintech berpotensi terus tumbuh di Indonesia dan merevolusi bentuk industri keuangan kedepannya. Grant Thornton akan mengadakan Fintech Talks secara rutin untuk menghadirkan diskusi positif dalam mengolah informasi terkini untuk masyarakat maupun pelaku bisinis dalam mengambil berbagai keputusan kedepannya. Menimbang berbagai kebutuhan industri untuk mengelola data lebih cepat, kami setuju saat ini adalah waktu yang tepat bagi pelaku fintech maupun penyedia jasa keuangan untuk mulai mengadopsi teknologi blockchain, walaupun demikian beberapa hal seperti pemahaman teknologi dan perbedaan model bisnis juga perlu diperhatikan untuk memitigasi resiko,” kata Johanna kepada wartawan di Jakarta Senin (29/08).
Sementara itu, Managing Director PT. Digital Artha Media, Fanny Verona menjelaskan, bentuk perwujudan ekosistem fintech wajib dilakukan dalam berbagai inovassi dan solusi untuk meningkatkan percepatan daya serap dan implementasi fintech di berbagai sektor. Ia menambahkan, masalah utama dalam industri fintech sebenarnya berasal dari ekosistemnya yang belum kuat sehingga masih menggunakan uang tunai dalam melakukan transaksi.
“Untuk mewujudkan ekosistem fintech yang komprehensif tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Artinya, semua pemangku kepentingan dalam ekosistem keuangan perlu memiliki komitmen untuk berkolaborasi dalam membangun dan mewujudkan ekosistem fintech di Indonesia melalui berbagai indonasi dan solusi. Pemerintah pun juga perlu turut serta dan berperan aktif dalam mendorong penyerapan dan implementasi solusi fintech di berbagai sektor melalui regulasi-regulasi yang jelas dan stabil bagi para pemain fintech di Indonesia,” terang Fanny.
Fanny menambahkan, masih banyak tempat-tempat yang belum bisa menerima sistem pembayaran nontunai, begitu juga dengan proses top-up uang elektronik yang dinilai masih menyulitkan. Sedangkan Payment sebagai sub sektor Fintech terbesar yang mencakup 39% dari total 235 pemain fintech di Indonesia berdasarkan data yang dikeluarkan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) juga dipercaya akan terus menguat sejalan dengan banyaknya konsolidasi dan sinergi antar pelaku usaha dalam memadukan potensi kekuatan dari setiap pihak.
“Di era digital ini, saya melihat adanya kebutuhan akan pengolahan data yang terdesentralisasi guna meningkatkan efisiensi dan transparansi data. Saat ini, terdapat potensi yang sangat besar untuk bank dan bisinis lainnya dalam mengembangkan serta mengadopsi teknologi blockchain yang mampu digunakan untuk memproses kegiatan pembayaran dalam infrastruktur uang elektroniknya agar lebih cepat, efisien dan aman,” imbuh Fanny. (Hadi)