Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa saksi dalam kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Kali ini, KPK memanggil Vice President (VP) Legal ASDP, Anom Sedayu Panatagama (ASP), untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pemeriksaan dilakukan pada Senin, 6 Oktober 2025, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mendalami peran Anom Sedayu dalam proses hukum dan administrasi akuisisi PT JN yang diduga bermasalah secara hukum dan merugikan keuangan negara. Pemeriksaan ini berkaitan dengan penyidikan terhadap empat orang tersangka, yakni:
1. Ira Puspadewi, mantan Direktur Utama ASDP (2017–2024)
2. Muhammad Yusuf Hadi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan (2019–2024)
3. Harry Muhammad Adhi Caksono, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan (2020–2024)
Tiga tersangka dari pihak ASDP telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Sementara itu, Adjie masih menjalani tahanan rumah sejak Juli 2025 karena alasan kesehatan.
Kasus ini bermula pada 2014, ketika PT JN menawarkan perusahaannya untuk diakuisisi ASDP. Tawaran itu sempat ditolak karena kapal-kapal yang ditawarkan dinilai tua dan tidak ekonomis.
Namun, setelah pergantian manajemen pada 2017—di bawah kepemimpinan Ira Puspadewi—tawaran tersebut kembali dibahas dan secara resmi diajukan pada 2019. Karena ASDP belum memiliki regulasi akuisisi yang baku, proses diambil melalui skema Kerja Sama Usaha (KSU).
Dalam prosesnya, terjadi dugaan manipulasi dokumen teknis antara tahun 2020–2021. Kapal-kapal uzur tetap dicantumkan dalam daftar aset, dan penilaian aset (valuasi) diduga dimanipulasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) agar nilai terlihat tinggi.
Selain itu, hasil audit internal ASDP menyebutkan bahwa sebagian besar kapal tidak memenuhi standar kelayakan operasional. Namun, data tersebut tetap dimasukkan dalam valuasi aset yang akhirnya disepakati pada 20 Oktober 2021 senilai Rp1,272 triliun, terdiri dari:
1. Rp892 miliar untuk 42 kapal milik PT JN
2. Rp380 miliar untuk 11 kapal afiliasi
KPK memperkirakan kerugian keuangan negara mencapai Rp893 miliar, sementara jaksa penuntut umum menyebut potensi kerugian bisa mencapai Rp1,253 triliun.
KPK telah menyita berbagai aset yang diduga terkait kasus ini, antara lain:
1. Delapan bidang tanah dan bangunan di Surabaya
2. Tiga rumah mewah senilai total sekitar Rp500 miliar.
3. Uang tunai, perhiasan, dan jam tangan mewah
KPK juga telah memeriksa berbagai pihak dari internal ASDP, penilai independen (KJPP), hingga pihak teknis dari PT JN untuk memperkuat pembuktian.























