kabarindonesia.net, Tapeng — MEMILUKAN. Bagi warga miskin yang mengalami keterbatasan biaya untuk berobat di rumah sakit, seperti bayi mungil ini, Wahyuni Aritonang, ditolak oleh pihak rumah sakit swasta. Bayi mungil merupakan putri dari pasangan Frenki Aritonang (34) dan Dewi Sartika Hutauruk (28) harus mendera penderitaan yang sungguh malang dengan nasibnya, hingga kini masih lunglai tak berdaya. Bayi mungil yang berjneis kelamin perempuan ini telah mengidap penyakit pembengkakak pembuluh darak sejak usia dua (2) minggu.
Tampaknya bayi mungil ini tak bisa menahan rasa sakit yang teramat pedih. Dalam usianya yang telah menginjak 2 bulan dimana kulit kepala bagian belakang dan leher bagian belakang, terlihat melepuh dan mengeluarkan air dan darah putih (nanah). Sedangkan dibawah kepala bayi tersebut terpaksa dibentangkan helaian daun pisang. Kala itu, saat kepala dan leher bayi ini membengkak pada usia 2 minggu.
Sembari menarik nafas dalam-dalam, Frenki Aritonang, ayah kanndung Wahyuni kembali bertutur dimana awal mula penyakit yang dialami oleh putrinya tersebut. Sejak usia 2 minggu, balita yang dilahirkan secara normal, tiba-tiba mengalami demam tinggi, yang disertai dengan pembengkakan kepala dan leher bagian belakang. Lantas, kedua orangtuanya pun kontan panik, bayi mungil ini kemudian dibawa untuk berobat ke Puskesmas Sibabangun, lalu dirujuk ke RSUD Pandan untuk menjalani perawatan. Dan hasil dari diagonsa dokter, Wahyuni didagnosa mengidap penyakit pembengkakan pembuluh darah.
“Saat lahir kondisi normal, dia nampak sehat sebagaimana kebanyakan bayi lainnya,” kata Frenki dengan berkaca-kaca menahan pilu, Minggu (2/09).
Namun, usai melakukan perawatan di RSUD Pandan selama 1 minggu, pembengkakan kepala dan leher bagian belakang menyusut. Dan secara perlahan kulit leher bagian belakang melepuh yang menjalar hngga kulit kepala bagian belakang. Sedangkan pihak RSUD Pandan, Wahyuni disarankan untuk dirujuk dengan berobat ke salah satu rumah sakit di Medan.
Kendati demikian, lagi-lagi terkendala adanya ketidakmampuan ekonomi, Frenki akhirnya berusaha untuk membawa putri ke 4-nya ini pulang ke rumah. Tentu, sebagai buruh harian lepas, Frenki tidak sanggup untuk membawa Wahyuni berobat ke Meda. Sementara, untuk mendapatkan perawatan medis di RSUD Pandan saja, Frenki hanya bermodalkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Dalam kegelisahan yang mendera keluarganya tersebut dimana kondisi kesehatan Wahyuni semakin mengenaskan. Sedangkan untuk Jaminan kesehatan, yaitu KIS maupun BPJS tidak dikantongi ayah 4 anak ini. Dan kemiskinan yang mendera keluarga ini membuat Frenki tidak bisa berbuat banyak, kecuali pasrah dengan kegalauan. Bagaimana untuk biaya berobat, makan saja dalam kesehariannya, Frenki terkadang harus meminjam ke sejumlah tetangga yang baik hati terhadap keluarganya tersebut.
Diharapkan bagi dermawan serta pemerintah bersedia meringankan atas penderitaan yang dialaminya tersebut. Ia menginginkan agar putrinya lekas sembuh dan sehat seperti semula.
“Semoga pemerintah maupun para dermawan berkenan membantu biaya pengobatan putri saya ini,” pungkas Frenki. (Red)