Kamis, 19 September 2024

TALK SHOW INDIGO NETWORK BERSAMA REPNAS* ”Menakar Satu Putaran”

Jakarta, 6 Januari 2024 – REPNAS Bersama INDIGO Network Mengadakan ; *TALK SHOW INDIGO NETWORK BERSAMA REPNAS* *”Menakar Satu Putaran”* yang diadakan di Menara 9 Kebayoran Baru Jakarta pada hari Sebtu, 6 Januari 2023.

Hadir Narasumber dalam talkshow REPNAS & INDIGO Network ; Dr. Anggawira (Ketum Repnas / Peneliti Indigo Network), Dr. Radian Syam, SH. MH (Direktur Eksekutif Indigo Network / Dosen FH Universitas Trisakti), Maikal Febrian (Peneliti Polmark / Peneliti Indigo Network), M. Ikhsan Tualeka (Direktur Indonesia Society / Peneliti Indigo Network), Defrizal Djamaris SH. MH (Advokat / Peneliti Indigo Network), ⁠Tantan Taufiq Lubis (Politisi PPP / Peneliti Indigo Network)

Pilpres 2024 diikuti oleh 3 Paslon, para pemilih akan menimbang berbagai isu, kinerja pemerintah, dan visi calon untuk menentukan arah politik yang diinginkan untuk masa depan negara, dimana hal itu akan menjadi proses kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Melihat hal ini besar kemungkinan masing-masing calon akan berusaha membangun citra positif, menekankan program-program prioritas, dan merespons isu-isu krusial, bahkan menjelang pemungutan suara 14 Februari 2024 upaya mendorong satu putaran juga menjadi bagian strategi dari para capres cawapres.

Dr. Anggawira sebagai Ketum REPNAS mengatakan ; Kalau kita lihat proses pemilu tahun ini pasti banyak dinamika, saat proses penetapan awal paslon, banyak menyita permasalahan Demokrasi.

Melihat bahwasanya inti dari proses demokrasi ini adanya rekrutmen kepemimpinan yang bisa melalui proses meritokrasi, kita semua disini saya rasa sepakat kita inginkan suatu proses politik yang terbuka dan transparan dimana semua orang punya kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin di level manapun.

Walaupun kita lihat Demokrasi saat ini ada yang aneh yang mungkin secara prosedural itu bisa berjalan, tapi secara substantif ada beberapa hal ini menjadi problematika yang harusnya bisa kita selesaikan. Kekuasaan utama dalam politik Indonesia ada di partai politik, seberapa besar partai politik ini menjadi bagian daripada instrumen politik yang fair yang mengedapankan meritokrasi. Problemnya menurut pandangan saya, maaf dengan segala hormat kalau teman-teman disini sangat kritis dengan etis, soal adanya putusan MK dan menurut saya itu hanya sebagai impact saja, problem utamanya seperti Presidential Treshold ( yang menghalangi partai-partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan Pemimpin Indonesia melalui ambang batas itu).

Dr. Radian Syam, SH. MH (Direktur Eksekutif Indigo Network / Dosen FH Universitas Trisakti) menjelaskan bahwa dirinya ingin mencoba membaca frasa didalam UU Pemilu. Pasal 416 UU Pemilu, UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam Pilpres dengan sedikitnya 20%, artinya dengan sedikitnya 20% suara di setiap Provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah Provinsi di Indonesia. Memang jelas ketika dari 3 Paslon ini ingin mengatakan hanya 1 putaran saja, maka dia harus berpundi 20% dari sebaran wilayah yang bisa dibilang mungkin hitungannya harus memperoleh 25 Provinsi atau 28 Provinsi.

Saya ingin sampaikan dalam kesempatan ini, KPU telah menetapkan kurang lebih 920 ribu jumlah TPS.
Ini artinya dari 820 ribu jumlah TPS setiap Paslon pasti akan menempatkan saksinya baik saksi dari Paslon 1,2 dan 3. Sedangkan saksi yang ditempatkan oleh Paslon di TPS-TPS harus saksi yang paham UU Pemilu karena selama ini pengalaman kita mengawasi beberapa kali sidang di MK dari pihak pemohon dan termohon ini mengatakan ada berbagai kecurangan tapi tanpa bukti, inilah yang sebenarnya harus bisa di kuatkan. Dalam halnya saksi ini selalu di tingkat RI saja dalam perhitungan suara tapi ketika terjadi perselisihan sengketa hasil ke MK yang MK selalu mengatakan bagaimana kondisi saksi di TPS yang hitungannya di TPS menjadi bukti dalam sengketa di MK.

Kalau saksinya lemah di TPS maka lemah juga sampai tingkat keatas. Makanya dari itu saya selalu mengatakan kepada teman-teman Partai Politik dan teman-teman Paslon bahwa agar diperkuat para saksi di TPSnya dulu agar kalau terjadi sengketa di MK, jangan hanya ribut dengan narasi kecurangan, tapi tidak ada pembuktiannya (jangan sampai menunjuk orang curang tapi tanpa bukti tingkat kecurangannya).

Jadi memang jelas bahwa pertarungan dari para pasangan calon Pilpres itu ada di TPS karena hasil TPS itu yang akan menentukan kemenangan dari Paslon, apakah dia satu putaran atau tidak. Sekali lagi kalau di MK terjadi sengketa hasil pemilu ya hitung-hitungannya di TPS untuk menjadi bukti.

Pengalaman saya di MK yang Mulia MK itu selalu menanyakan bagaimana kondisi di TPS. Jangan sampai kemudian dari paslon tertentu mengatakan kecurangan tapi disebutkan di Provinsi mana, Kabupaten mana, Kecamatan Kelurahan dan TPS tapi ternyata berita acaranya tidak ada keberatan dari saksi. Itulah sebenarnya menjadi penting penguatan saksi di tingkat TPS. Oleh sebab itu partai politik yang mengusung Capres tertentu harus mengkonsentrasikan saksinya di TPS dengan bisa memberikan pendidikan politik kepada saksi.

Jangan sampai saksinya tidak paham tentang kepemiluan, pelanggaran tapi malah sengaja ditempatkan untuk memenuhi kuota saksi. Kalau terjadi pelanggaran yang kemudian berita acara ditandatangani berarti menyetujui padahal pelanggaran, inilah yang seharusnya bagi partai politik perlu ada penguatan saksi-saksi di TPS. Karena kalau kita lihat kurang lebih ada sekitar 820 ribu TPS Se-Indonesia yang artinya 820 ribu saksi itu perlu dikuatkan informasi tentang logistik pemilu.

Indigo Network adalah lembaga yang ingin memberikan kontribusi didalam proses demokrasi kita berbangsa dan bernegara dan Indigo bukan hanya konsen dalam politik hukum, tapi kita konsen dengan semua sisi kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Kita juga ingin memberikan kritisi dan solusi karena kita tidak ingin kehadiran Indigo itu hanya meramaikan situasi setelahnya itu selesai begitu aja maka dari itu kita ingin terus lanjut dalam mengkritisi dengan memberikan pendidikan politik kepada rakyat. Boleh kita berbeda tapi kemudian kita juga harus bisa memberikan solusi dan konklusi serta jalan keluar untuk kebutuhan kita dalam berbangsa dan bernegara.

Jika ada lembaga survei yang keberpihakan terhadap salah satu paslon kami meminta untuk mengedepankan profesionalisme. Saya juga tetap percaya kepada lembaga-lembaga survei mempunyai integritas yang tinggi dengan tetap berprasangka baik apa yang mereka lakukan juga bagian untuk menjaga sistem demokrasi kita. Harapan kita yang jelas Pemilu itu harus diisi dengan narasi yang sehat dan jangan kita saling hujat-menghujat, menyebarkan hoax, dan fitnah karena sekali lagi jika itu kita kedepankan maka tidak akan bisa keluar dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat. Kita ingin memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa pemilu itu bukan hanya ritual 5 tahun sekali tetapi ada nilai kedaulatan rakyat yang harus dijaga.”

Berita Terkait