KabarIndonesia.Net, Mahakam Ulu – Musim kemarau yang berkepanjangan membuat Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, terisolasi. Debit Sungai Mahakam sebagai jalur utama distribusi logistik menyusut drastis, sehingga menghambat pasokan bahan pokok ke wilayah-wilayah pedalaman seperti Long Apari dan Long Pahangai.
Situasi ini memicu lonjakan harga pangan yang signifikan. Harga beras 25 kilogram kini menembus Rp 1,2 juta per karung. Sementara itu, elpiji 12 kilogram dijual hingga Rp 800 ribu, dan BBM jenis solar serta bensin dijual dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per liter. Minyak goreng 5 liter tembus Rp 250 ribu, gula pasir Rp 40 ribu per kilogram, dan telur ayam mencapai Rp 10 ribu per butir.
“Distribusi sangat sulit. Jalur sungai tidak bisa dilewati karena air surut. Kami hanya bisa mengakses sampai Long Lunuk dengan mobil double cabin, lalu lanjut ketinting ke Long Apari,” ujar Kepala BPBD Mahakam Ulu, Agus Darmawan, Selasa (29/7/2025).
Menurut data BPBD, sebanyak 569 warga dari tiga kampung yaitu Long Apari, Noha Tivab, dan Noha Silat terdampak langsung. Biaya distribusi logistik pun melonjak hingga Rp 6,5 juta per satu kali pengiriman menggunakan kendaraan darat dan perahu kecil.
Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu telah menetapkan status Siaga Darurat Kekeringan. Wakil Bupati Yohanes Avun memimpin rapat koordinasi lintas sektor pada 25 Juli lalu dan memutuskan untuk mengerahkan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) serta Subsidi Ongkos Angkut (SOA) agar penyaluran logistik bisa segera dilakukan.
“Kami akan tempatkan stok logistik di gudang strategis. Selain itu, jalur darat Long Pahangai–Long Pakaq akan segera ditangani agar kendaraan bisa masuk lebih jauh,” jelas Yohanes.
Pemkab juga mengoordinasikan dukungan dengan Kodim 0912/Kutai Barat untuk mengupayakan bantuan helikopter jika distribusi lewat sungai tak memungkinkan. Sementara itu, Pemprov Kalimantan Timur melalui Dinas Perindag juga tengah menyiapkan operasi pasar dan bantuan pangan.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan resmi dan siap membantu, mengingat Mahulu adalah wilayah perbatasan yang rawan terputus aksesnya saat kemarau ekstrem.
Kondisi kekeringan ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga Agustus mendatang. Pemerintah daerah dan provinsi kini berpacu dengan waktu untuk memastikan kebutuhan pokok warga terpenuhi dan tidak berujung pada krisis kemanusiaan.






















