Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap fakta memprihatinkan di balik tragedi keracunan massal yang dialami ribuan siswa peserta program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sejak program dimulai pada Januari 2025, tercatat sebanyak 6.517 siswa mengalami gangguan pencernaan akibat dugaan kelalaian dalam pengolahan makanan dan distribusi yang tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyampaikan dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI pada Rabu, 1 Oktober 2025, bahwa penyebab utama keracunan adalah pelanggaran SOP oleh sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) — unit pelaksana dapur MBG di berbagai wilayah.
Menurut Dadan, dapur-dapur MBG banyak yang mengabaikan aturan dalam proses pemilihan bahan baku, pengolahan, hingga pengiriman makanan ke sekolah. Salah satu contoh pelanggaran adalah makanan yang didistribusikan lebih dari 6 jam setelah dimasak, padahal batas aman maksimal hanya 4–6 jam.
Keracunan tersebar di seluruh Indonesia, terbagi dalam tiga wilayah:
Wilayah I (Sumatra): 1.307 siswa
Wilayah II (Jawa): Lebih dari 4.207 siswa, termasuk tambahan kasus di Garut
Wilayah III (Indonesia Timur): 1.003 siswa
Wilayah II, yang mencakup Pulau Jawa, menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi.
Kasus-kasus keracunan ini tercatat sejak Januari 2025. Kejadian terbaru terjadi pada malam 1 Oktober 2025, dengan kasus di Pasar Rebo dan Kadungora.
Faktor utama penyebab keracunan adalah ketidakpatuhan terhadap SOP, seperti:
Pembelian bahan baku tidak sesuai ketentuan (seharusnya H-2, namun dibeli H-4)
Durasi masak hingga distribusi melebihi batas waktu aman
Penggunaan bahan pangan sensitif seperti susu tanpa prosedur penyimpanan yang tepat
BGN menegaskan bahwa seluruh SPPG yang melanggar SOP akan ditutup sementara dan hanya boleh beroperasi kembali setelah seluruh prosedur diperbaiki dan mitigasi risiko dilakukan. “Kita berikan tindakan tegas. SPPG yang menimbulkan kegaduhan dan keracunan akan ditutup sementara hingga perbaikan tuntas,” tegas Dadan.
Dalam kejadian terbaru di Kadungora, kasus keracunan diduga terjadi akibat konsumsi susu yang diberikan untuk persediaan makan keesokan harinya. Susu yang langsung dikonsumsi menyebabkan gangguan pencernaan pada sejumlah siswa.























