Permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim resmi ditolak oleh Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 13 Oktober 2025.
Hakim Ketut Darpawan menyatakan bahwa penetapan Nadiem sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop untuk Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022 sah menurut hukum.
Sidang putusan praperadilan memutuskan dua hal penting: pertama, menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Nadiem; kedua, membebankan biaya perkara kepada pemohon sebesar nihil. Dengan demikian, proses penyidikan kasus dugaan korupsi ini akan tetap dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung.
Nadiem Makarim, yang menjabat sebagai Mendikbud Ristek pada periode terjadinya pengadaan laptop, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penyelidikan kasus dimulai pada 20 Mei 2025. Kemudian, Kejagung menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 11 Juni 2025. Penetapan tersangka, penahanan, dan penerbitan Sprindik terhadap Nadiem disebut dilakukan pada tanggal yang sama, yakni 4 September 2025.
Seluruh proses praperadilan berlangsung di ruang sidang Oemar Seno Adji, PN Jakarta Selatan.
Tim kuasa hukum Nadiem mempersoalkan penetapan tersangka yang dinilai cacat secara formal. Mereka berargumen bahwa penetapan tersangka dilakukan tanpa pemeriksaan terlebih dahulu terhadap klien mereka. Selain itu, proses tersebut dianggap tidak diawali dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan belum disertai audit kerugian keuangan negara dari BPKP.
Hakim Ketut Darpawan menilai Kejagung telah menjalankan proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam penahanan, penyidik merujuk pada Pasal 21 KUHAP yang mengatur alasan objektif penahanan, antara lain ancaman pidana lima tahun atau lebih, kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
Terkait alat bukti, hakim menegaskan bahwa hal tersebut merupakan pokok perkara yang hanya dapat diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hakim juga mengonfirmasi bahwa Kejagung memiliki minimal empat alat bukti yang cukup untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
“Penyidikan dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti agar terang tindak pidana dan menemukan tersangka. Hal itu sudah dilaksanakan sesuai prosedur hukum acara pidana, karenanya sah menurut hukum,” ujar Hakim Ketut Darpawan.
Dengan putusan ini, Nadiem Makarim akan tetap menghadapi proses hukum atas dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara dalam program digitalisasi pendidikan.























